Jumat, 22 Juli 2011

ABRASI PANTAI KOLAKA

Masyarakat desa Kolaka (Koli Datang dan Laka) di kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur yang merupakan salah satu desa sasaran program Building Resilience kerja sama dengan YPPS sudah lama menghadapi ancaman abrasi pantai selain gempa bumi dan kekeringan. Kepala Desa Kolaka Bartolomeus mengatakan, tidak disadari, abrasi pantai di wilayahnya terus merangsek setiap hari memasuki wilayah yang semula menjadi arena aktivitas masyarakat seperti bertani dan memproduksi garam.
Menghadapi ancaman ini, Kepala desa dan masyarakat Kolaka mengalami kesulitan melakukan pencegahan. Hal ini dibahas dalam kajian partisipatif masyarakat dan sekolah (SMP Negeri III Tanjung Bunga) dalam menilai kapasitas dan kerentanan di desa itu.
Selain ancaman kekeringan dan gagal panen, abrasi menjadi perhatian. Karena itu, baik masyarakat maupun Sekolah melakukan upaya-upaya pengurangan risiko abrasi. Sampai saat ini belum ada upaya yang menjanjikan yang sangat diandalkan. Sejauh ini, masyarakat mengenal program penanaman Mangrove, namun upaya ini sering gagal oleh terjangan ombak.
Memperbanyak tanaman kayu-kayuan di daerah pesisir merupakan salah satu pilihan yang saat ini dilakukan masyarakat dan murid-murid sekolah. Vincensia Tekla Namang, guru pembina pramuka pada SMP Negeri III Tanjung Bunga mengatakan, ancaman ini menjadi tantangan baginya dan murid-muridnya untuk melakukan upaya-upaya pengurangan risiko dan ancaman abrasi. Untuk itu, bersama anak-anak pramuka binaannya dan YPPS telah melakukan identifikasi ancaman di pantai dan memutuskan untuk melakukan penanaman pohon-pohon di sepanjang pantai. Dipilih jenis pohon yang mudah didapatkan dan mudah ditanam serta bisa beradaptasi dengan lingkungan pantai. Karena itu, tanaman pohon-pohonan yang selama ini hidup ramah di pesisir pantai Kolaka diperbanyak. Keputusan inilah yang mendorong anak-anak sekolah pada SMP Negeri III Tanjung Bunga melakukan aksi penanaman gamal dan waru di sepanjang pantai kolaka menghadap kompleks SMP dan pemukiman penduduk.
Selain menanam pohon sebagai pilihan paling murah dan mudah, masyarakat Kolaka dan Sekolah dalam hal ini SMP Negeri III Tanjung Bunga berupaya membangun tanggul penghambat ombak. Kegiatan ini disadari memerlukan biaya yang besar. Karena itu, menggunakan dukungan small grant program BR melalui YPPS, dibangun tanggul penghambat gelombang sepanjang 50 meter. Pembangunan tanggul ini menggunakan cincin sumur beton yang diproduksi oleh penduduk. Cincin sumur ini ditanami berjejer di sepanjang pantai dan bagian dalamnya diisi penuh pasir laut. Pengamatan lapangan, cara ini cukup efektif karena terjangan gelombang ternyata semakin memperkuat tanggul ini dengan timbunan pasir.
Kepala Desa Kolaka Bartolomeus mengatakan, model ini akan dipromosikan ke pemrintah kabupaten melalui Dinas PU dan Dinas Kelautan untuk mendukung kelanjutan pembangunannya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar